INTEGRATED FARMING SYSTEM: KEHARMONISAN ANTARA TERNAK DAN PERIKANAN

Pada era pertanian yang semakin berkembang, muncul konsep yang menarik, yakni penggabungan budidaya ikan dengan ternak seperti ayam, bebek, atau puyuh. Penerapan model ini, yang menghadirkan kandang ternak di atas kolam, disebut sebagai Sistem Pertanian Terpadu. Tentu saja, ini bukanlah upaya sederhana, melainkan memerlukan perhatian khusus dalam hal tenaga kerja.

Di dalam Sistem Pertanian Terpadu, berbagai jenis ternak dapat dipelihara, termasuk kambing, domba, dan sapi, asalkan dengan sistem pemeliharaan terpisah. Dalam hal ini, kandang ternak tidak berada di atas kolam, untuk menghindari kerusakan pada struktur kolam.

Namun demikian, kotoran dari ternak tersebut tetap memiliki peran penting dalam sistem ini. Kotoran pagi dan sore dari ternak dapat dimasukkan ke dalam kolam sebagai pakan ikan. Jika jumlahnya berlebihan, kotoran juga dapat digunakan untuk membuat kompos atau produksi biogas.

Kolam yang digunakan bisa berupa kolam semen, batu bata, atau kolam tanah dengan kedalaman sekitar 1 hingga 1,5 meter. Yang terpenting, bagian bawah kandang ternak yang terbuat dari kayu atau bambu harus tetap terhindar dari terendam air, sementara jika menggunakan besi beton cor, hal ini tidak menjadi masalah. Ketinggian kandang ternak dari permukaan air kolam harus minimal 1 meter agar kelembaban tidak mengganggu kesehatan ternak di atasnya.

Jika pasokan air kolam terbatas atau air mengalir dengan lambat (Stagnant Water), maka diperlukan sistem pergantian air kolam. Biasanya, pergantian air dilakukan setiap 3 minggu, tergantung pada tingkat kekeruhan air. Hanya sekitar 25 hingga 50% dari kapasitas air bagian bawah yang diganti. Ini memerlukan perancangan khusus, dengan lubang pembuangan yang ditempatkan di lantai terendah kolam, dengan kemiringan sekitar 15 cm, mengarah ke lubang pembuangan. Hal ini memastikan bahwa saat pengurasan, hanya air kotor yang dibuang. Air limbah dari kolam, yang mencampur sisa pakan dan kotoran ternak, dapat dialirkan ke lahan pertanian, seperti lahan padi.

Pada kolam dengan air mengalir (Running Water), perbandingan antara pemeliharaan ternak dan ikan tidak menjadi masalah yang besar. Kelebihan kotoran dan sisa pakan akan terus terbuang mengikuti aliran air keluar kolam.

Di sisi lain, pada kolam dengan air stagnan (Stagnant Water), perlu perhatian khusus agar ikan tidak terpengaruh oleh kelebihan sisa pakan dan kotoran yang dapat menyebabkan keracunan amoniak. Biasanya, jenis ikan yang dipelihara adalah lele, patin, nila, atau mujair, dan lebih baik jika ikan tersebut memiliki organ labirin sehingga dapat mengambil oksigen langsung dari udara jika kandungan oksigen dalam air rendah.

Perlu diperhatikan bahwa kotoran ayam broiler yang dipelihara secara intensif mencapai sekitar 30-40% dari jumlah pakan yang diberikan, sedangkan kebutuhan pakan ikan hanya sekitar 2-4% dari berat badannya. Artinya, satu ekor ayam dapat memberikan pakan untuk beberapa ekor ikan.

Dalam Sistem Pertanian Terpadu, pertumbuhan ikan yang terus berkembang memerlukan pemantauan konstan terhadap kebutuhan pakan. Ini bisa dilakukan dengan mengambil sampel beberapa ikan untuk menghitung biomasa total ikan dalam kolam.

Penerapan metode “longyam” adalah salah satu cara untuk merangsang ikan agar aktif mencari dan menyambar sisa pakan dan kotoran yang masuk ke kolam. Karena tidak semua ayam akan membuang kotoran secara bersamaan, limbah kotoran tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan tambahan untuk ikan, sehingga pertumbuhan ikan akan lebih cepat.

Contoh nyata dari Sistem Pertanian Terpadu adalah yang diterapkan oleh Bapak H. Abdullah di Danurejo, Kedu, Temanggung. Dia menggabungkan budidaya ayam RAS petelur dengan pemeliharaan ikan nila. Setiap harinya, dia berhasil memanen 200 kg telur dari ayamnya, sementara produksi ikan nila mencapai 1 ton, bahkan bisa mencapai 2-4 ton sekali panen per 3 bulan.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *